Selasa, 24 April 2012

Tingkatkan Etos dan Produktifitas Pelajar Indonesia

oleh: M. Syafaat*


Berbicara tentang etos dan semangat anak muda Indonesia agar lebih produktif dalam proses pendidikannya adalah suatu hal yang harus dari sekarang digelorakan. Bagaimana tidak, mayoritas penduduk negeri ini memiliki tingkat konsumerisme terbesar didunia. Ketergantungan dengan bangsa lain baik disektor politik, ekonomi maupun sumber daya masih tinggi dan terkesan sulit dihilangkan. Lihatlah- begitu banyak perusahaan di negeri ini, baik asing maupun lokal, masih saja menempatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia ke level yang belum menggembirakan.

Hal terpenting yang menjadi segmentasi pembenahan utama adalah proses pendidikan kita. Persoalannya adalah bagaimana para pelajar ataupun mahasiswa kita bisa memperolah hasil yang maksimal dan optimal ketika dalam proses pencarian ilmu. Untuk mengurai permasalahan tersebut, kita perlu berbicara tentang produktivitas pelajar ataupun mahasiswa kita yang beretos sehingga menjadi produktif.

Pemaknaan dari pelajar ataupun mahasiswa yang produktif adalah mereka yang dapat mencapai prestasi optimal sesuai dengan kecendrungan ataupun potensi yang dimilikinya. Prestasi ini bukan hanya dari segi akademiknya saja melainkan juga kompetensi kepemilikan keilmuan lainnnya. Seperti kemampuan dalam analisa, mengeluarkan pendapat, kemampuan dalam penelitian (research) kemampuan menulis, ataupun kemampuan dalam memanajemen waktu, sehingga kelak mereka yang kita harapkan dapat menjadi pemimpin unggul di masa mendatang.

Untuk mencapai produktivitas seperti yang disebutkan diatas, harus memenuhi beberapa persyaratan dan kriteria utama. Seorang ahli Psikologi Indonesia Prof. Dr. Rahayu Haditono mengatakan bahwa ada tiga faktor untuk mencapai produktivitas dunia pendidikan, yaitu fasilitas di sekolah-kampus dalam arti luas, stimulasi mental di rumah, serta keadaan gizi. Bilamana ketiga faktor itu bisa tercapai atau bahkan dapat ditingkatkan, maka anak akan mampu menggunakan kemampuan dan kapasitas intelektualnya secara lebih baik.

Peran Pemerintah

Kalau boleh jujur, pemerintah negeri ini masih belum berlaku adil dan fair terhadap dunia pendidikan. Tarik ulur kepentingan dalam perbaikan kualitas pendidikan masih saja terjadi dan belum sepenuhnya diperjuangkan. Tercermin dari alokasi anggaran pendidikan yang masih setengah hati. Makanya timbul ragam pemahaman, apakah minimnya anggaran pendidikan ini terjadi karena keterbatasan dana, atau sarat dengan kepentingan politik.

Fasilitas di sekolah-kampus di beberapa kota dan desa terkesan masih jauh dari harapan. Jangankan untuk bersaing dengan bangsa asing, berkompetisi sesama bangsa sendiri yang nasibnya lebih baik saja masih terkesan sulit. Di beberapa daerah kita masih mendengar, anak-anak SD yang sekolah di gubuk-gubuk reot, di rumah milik warga, ataupun di tenda-tenda. Jangankan mengharap fasilitas penunjang pendidikan mereka. Untuk menempati bangunan sekolah yang layak huni saja bagi mereka adalah mimpi.

Data pemerintah menunjukkan fakta yang amat memprihatinkan hingga tahun 2011, ruang kelas SD yang rusak terdata 187.855 ruang dari total 895.761 ruang kelas. Di SMP, ada 39.554 ruang rusak dari 192.029 ruang kelas. Dana yang dibutuhkan untuk merehabilitasi kerusakan itu sebesar Rp 17,36 triliun. Sayang itu belum menjadi prioritas pengambil kebijakan di negeri ini.

Selanjutnya untuk memperbaiki kualitas pendidikan Indonesia, pemerintah haruslah menjadikan pendidikan sebagai prioritas utama dari pekerjaan mereka. Apabila pemerintah dalam hal ini sudah serius untuk menanggulangi permasalahn diatas, maka terwujudnya sumber daya manusia yang berkualitas tentu bukan sekedar mimpi.

Peran Keluarga dan Masyarakat

Kontribusi terpenting dalam hal ini adalah bagaimana peran keluarga menciptakan iklim dan kultur “pendidikan” di rumah. Ayah dan Ibu merupakan komponen terkecil yang memiliki fungsi paling besar untuk mewujudkan etos dan produktivitas anaknya. Sebuah keluarga yang sadar akan tugas dan fungsi ini pasti akan lebih mengutamakan pelaksanaan secara teknis tentang etika, estetika dan nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan dan diaplikasikan didalam rumah tangga. Mengontrol waktu belajar anaknya, membantu membuat suasana belajar menjadi lebih menyenangkan tentu merupakan tips yang urgen untuk dilaksanakan, memperhatikan perkembangan psikologi anak dan meningkatkan asupan gizi dan suplement penunjang kecerdasan lainnya juga menjadi tugas pokok orang tua.

Kemudian masyarakat sebagai komunitas sosial (sosial community) juga memiliki peran yang juga tak kalah pentingnya. Iklim terdidik dan taat akan nilai, baik nilai dalam agama ataupun adat istiadat akan membantu terciptanya kultur (culture) masyarakat yang cerdas dan disiplin. Dalam ruang ini, kepekaan sosial dan terwujudnya kompetisi bersama harus selalu dijaga. Suatu masyarakat yang tingkat persaingan tinggi tentu akan melahirkan struktur masyarakat yang memiliki semangat dan etos yang tinggi pula, begitu juga sebaliknya. Oleh sebab itu, menjadi kewajiban semua pihaklah untuk kembali memperbaiki etos dan produktivitas insan pelajar di Indonesia.

Akhirnya, untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara yang maju dan disegani tentunya harus memperhatikan aspek sumber daya pendidikan manusianya. Untuk mewujudkan kultur Indonesia yang berdaya saing dan produktif haruslah memompa semangat para pelajarnya untuk semangat dan memiliki etos yang tinggi terhadap pendidikan itu sendiri. Peranan ini harus dimainkan oleh semua elemen bangsa, dari pemerintah, sampai kepada elemen terkecil yakni keluarga. Semoga dengan memperhatikan aspek diatas, mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang berdaya saing tinggi tentu bukan lagi sebatas slogan, akan tetapi menjadi hasil dari berjalannya proses pendidikan yang mendukungnya. “sebuah spirit untuk maju”.

*Mahasiswa Ilmu Politik dan Pemerintahan Pasca Sarjana
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar