Selasa, 24 April 2012

Peranan Pemuda Di Tengah Keterpurukan Bangsa

*M. Syafaat


Pemuda adalah julukan emas dalam lokomotif perubahan. Masa muda merupakan suatu masa yang sangat produktif dan gemilang. Sejarah telah mencatat kisah heroisme pemuda dalam perubahan sebuah peradaban. Membicarakan sebuah perubahan, maka pemuda menjadi kata kunci (keyword), karena setiap terjadinya perubahan, maka yang memainkan peran terpentingnya adalah anak-anak muda.
Menyikapi Realitas Bangsa
Silih berganti masa dan era yang terjadi di republik ini. Ragam dan macam bentuk pemerintahan telah coba diterapkan. Dari era kepartaian, demokrasi terpimpin, hingga rezim otoriter (baca; Orde Baru) telah turut mewarnai sejarah perjalanan bangsa kita. Kebosanan rakyat akan sistem yang juga tak mampu membawa mereka kepada kesejahteraan dan keadilan akhirnya melahirkan gelombang reformasi. Seiring berjalannya era reformasi dalam bingkai demokrasi di negeri ini, ternyata masih juga tak mampu memuaskan tuntutan dan harapan rakyat Indonesia, hingga asa yang pernah digantungkan sangat tinggi terhadap reformasi perlahan-lahan terkikis dan sirna.

Lihatlah realitas sosial yang terjadi hari ini. Kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan masih saja menjadi problem terbesar di negeri ini. Kayanya sumber daya alam yang kita miliki ternyata tak juga mampu mewujudkan kesejahteraan sosial dalam masyarakat kita. Lihatlah data dan fakta dilapangan, angka pengangguran yang terus meroket berhitung hari, jumlah anak yang tidak bersekolah yang semakin banyak, pengemis dan gelandangan sebagai hasil dari kemiskinan juga menghiasi realita sosial sehari-hari, kasus kriminalitas dan kekerasan semakin menjadi-jadi, belum lagi ditambah seabrek realita yang mengiris hati menjadi bukti carut marutnya keadaan bangsa kita hari ini.

Belum lagi penyakit kronis yang juga menyerang kalangan pejabat (elite) kita, budaya korupsi yang semakin menggurita, nepotisme yang dipertontonkan, penyalahgunaan wewenang dan jabatan, pelanggaran terhadap hukum dan nilai yang sudah menjadi kebiasaan, semuanya semakin menambah potret buram realitas bangsa yang berdaulat ini. Pemerintah hanya menjadi simbol di negara ini. Kekuasaan yang ada sarat akan dominasi dan kepentingan individu dan kelompok, apa jadinya sebuah negara yang tak lagi mampu menjamin kesejahteraan rakyatnya. Bukankah kesejahteraan rakyat itu menjadi amanat konstitusi yang tertuang didalam UUD 1945?

Refleksi Sumpah Pemuda
28 Oktober tentunya menjadi momentum bersejarah bagi perjalanan bangsa ini. Bagaimana tidak, pada tanggal itu terjadi sebuah peristiwa fundamental yang merupakan wujud persatuan dan komitmen seluruh pemuda Indonesia untuk membangun kejayaan bangsanya. Sumpah dan ikrar yang diwujudkan pada saat itu diharapkan mampu membawa kereta besar bernama Indonesia ini kearah mobilitas kegemilangan negeri, mampu bersaing dengan bangsa-bangsa yang telah maju, dan memiliki kedaulatan sendiri sebagai harga mati yang tak bisa ditawar lagi.

Kini, semangat heroisme dan cita tertinggi pemuda Indonesia yang terangkum dalam sebuah peristiwa sejarah yang di namai sebagai “sumpah pemuda” diharapkan mampu kembali menjiwai segenap jiwa raga pemuda Indonesia. Perbedaan atas nama suku, bahasa, agama dan keyakinan diharapkan tidak menjadi problem untuk maju, melainkan sebagai potensi yang akan semakin memperkaya khazanah bangsa ini. Generasi muda Indonesia hari ini harus mampu memainkan peranan terbaiknya sebagai generasi emas dan stock masa depan (Iron stock) sumber daya manusia Indonesia.

Membaca Peranan Pemuda Hari Ini
Pemuda harus tampil dengan semangat perubahan yang diusungnya. Kekakuan dan keterbatasan generasi tua harus segera dipecahkan dengan solusi konkret menuju perbaikan bangsa, pertanyaannya peranan apa dan bagaimana yang harus di lakoni generasi muda hari ini?

Untuk menjawab pertanyaan diatas, maka tak salah jika kita mencoba melihat, membaca dan memahami permasalahan mendasar bangsa ini. Beberapa Problem mendasar yang menyebabkan keterpurukan dan ketertinggalan bangsa ini diantaranya pertama, pemerintahan yang tidak visioner, kedua, salah kaprah para pejabat memahami kekuasaan, ketiga, bobroknya sistem kepartaian, keempat, mandulnya pejabat legislatif membuat produk hukum fundamental yang pro-rakyat, kelima, mental masyarakat Indonesia yang masih terbelakang.

Nah, beberapa faktor yang penulis uraikan diatas harus segera dijawab oleh para pemuda Indonesia hari ini. Kalau mau jujur, pemerintah dan penguasa yang berkuasa hari ini dulunya adalah para pemuda dimasanya, namun sekali lagi mereka masih terjebak dalam mandeg nya sistem saat itu dan mau tak mau akhirnya terkontaminasi dampak negatif yang memang tak mampu mereka hindarkan, seharusnya mereka belajar kepada sebuah pepatah tua “berbaur tak semestinya harus melebur”. Fakta yang terjadi adalah pemerintah tak memiliki visi yang berdaulat dalam membangun negara ini. Hampir dalam segala sisi, pemerintah tak pernah lepas dari intervensi pihak asing yang berkepentingan, lihatlah sumber daya alam kita yang setiap detiknya di gerogoti dan di eksploitasi secara buas tanpa pembagian keuntungan yangs sepadan. Kasus Freeport di Papua, Pasir dan kayu di Riau daratan- kepulauan dan semenanjung Kalimantan, semuanya merupakan wujud nyata ketidak mandirian bangsa kita dari pejajahan model baru bangsa asing. Pejabat hari ini yang seharusnya menjadi pelayan rakyatnya (khadimul Ummah) nyatanya tak mampu bijak dalam memimpin. Kekuasaan yang ada dianggap sebagai kehormatan yang mati-matian dipertahankan, sehingga segala cara upaya untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan dilakukan agar terus berkuasa. Suara-suara kritis diartikan sebagai pembangkangan, sehingga yang timbul adalah dominasi kepentingan baik itu keompok maupun partai politik. Agama yang seharusnya menjadi ikatan nilai lahir batin yang mampu menjaga para politisi dari aktifitas dan kegiatan yang menyimpang akhirnya mandul di hadapan mereka, bahkan agama yang suci mereka jadikan simbol dan tunggangan untuk kemudian menjadi alat melanggengkan kekuasaan mereka. Sungguh ironis memang. Pertanyaannya sampai kapan permasalahan ini akan terus terjadi, sampai kapan kita menjadi penonton dirumah sendiri, jawabannya adalah, sampai para pemuda sadar dan memainkan peranannya diatas panggungnya sendiri.

Kita rindu akan sosok pemuda seperti bung Karno sebagai orang yang begitu kuat menjaga kedaulatan bangsa dan tak pernah takut terhadap kecaman dan ancaman bangsa asing yang dikuasai oleh kapitalis-sosialis. Akankah ada bung Karno selanjutnya? Kita juga rindu pemuda seperti sosok ashabul kahfi yang berani mengatakan kebenaran di depan penguasa walau mereka sadar akan segala resikonya. Kita sangat merindukan hadirnya pemuda-pemuda yang mampu bersatu dibawah payung sumpah pemuda. Akankah pemuda hari ini mampu menyambut kerinduan itu? Kerinduan hadirnya sosok pembaharu, sang visioner sejati, sang negarawan ulung, kita semua dan seluruh rakyat Indonesia menantikan mereka. Semoga momentum sumpah pemuda ini mampu menggelorakan semangat perubahan itu.*sebuah harapan ditengah kebobrokan bangsa.

*Penulis Mahasiswa Ilmu Politik dan Pemerintahan Pasca Sarjana
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar